Cerita Sex Mencintai Wanita Suka seks,
cerita perselingkuhan yg indah, selingkuh kisah nyata, cerpen selingkuh,
cerita selingkuh dengan orang 2017
Pemakaman
sahabat karibku Niko membuatku harus bertemu dengan seseorang yang
telah menggoreskan luka hati yang teramat dalam. Erfina istri sahabat
karibku yang tak lain adalah orang yang pernah mengisi kekosongan relung
hatiku dengan kasih dan sayangnya.
Kami pernah memiliki mimpi
akan masa depan yang begitu indah, dengan membangun sebuah keluarga
kecil yang sempurna. Namun nampaknya kesempurnaan itu memang hanya
milikNya semata. Semua mimpi-mimpi indahku terampas oleh sebuah
perselingkuhan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
***
Dua
hari yang lalu, bekas teman satu almamaterku yang juga sahabatku, Winda
memberi kabar duka cita bahwa Niko meninggal dunia. Darinya aku
mengetahui bahwa Dua minggu lalu Niko mengalami kecelakaan lalu lintas.
Oleh dokter ia di diagnosa mengalami cedera kepala berat atau gegar
otak.
Semenjak itu ia tidak sadarkan diri dan mengalami koma.
Terhenyak aku mendengar kabar duka tersebut. 7 tahun sudah aku berusaha
melupakan namanya. Ya, Niko sahabat baikku, yang selama ini telah aku
percaya melebihi saudara, tetapi telah begitu tega merampas semua
mimpi-mimpi dan kebahagiaanku. Ia juga merebut wanita yang begitu aku
sayangi, Erfina.
***
Roda-roda pesawat yang aku tumpangi
dari Jakarta menjejak dengan sempurna di runway Bandar Udara
International Ngurah Rai Bali. Cuaca begitu cerah dengan angin yang
berhembus lembut. Namun segala kenangan pahitku di pulau ini begitu
menyesakkan dada, sehingga aku harus menarik nafas panjang.
Entah
dorongan apa yang membuatku mau kembali ke sini. Walau aku membencinya,
tetap masih ada satu ruang kosong di sudut hatiku, mencintai Erfina.
Naluri mendorongku untuk berada di sisi orang yang pernah kusayang di
saat terberat dalam hidupnya.
Setelah mengambil travel bag yang
tidak seberapa besarnya, kulihat Winda di kejauhan menyambutku di pintu
keluar terminal kedatangan domestik. Winda seorang wanita yang cerdas,
sifatnya periang,walau cenderung tomboy, namun Winda memiliki paras yang
cantik dengan tubuh mungilnya yang aduhai.
Mengingatkanku akan
Yuni . Kehadirannya selalu mampu menghidupkan suasana dengan segala
celotehan dan keisengannya. Walau kita berdua saling dekat dan mengagumi
kepribadian masing-masing, namun tidak pernah ada cerita cinta di
antara kita berdua. Belum mungkin. Hehehe. Winda lebih memilih Arya
seorang calon dokter sebagai kekasih yang saat ini menjadi suaminya.
Aku
pun mengenal Arya dengan baik. Persahabatanku dengan Winda dan Niko di
karenakan kami berasal dari satu fakultas yang sama, dan yang lebih
mempererat persahabatan kami, kami memiliki satu hobby yang sama yaitu
traveling.
Winda menyambutku dengan senyum khasnya, walau terlihat
sedikit gurat duka di wajahnya. kami saling mencium pipi. Hal ini biasa
kami lakukan mengingat kedekatan hubungan kami. Winda lalu mengajakku
menuju mobilnya yang terparkir di area parkir. Winda berniat mengantarku
ke Hotel tempatku menginap di kawasan Pantai Jimbaran.
Sepanjang
perjalanan, Winda menceritakan tentang kehidupan Niko dan Erfina selama
rentang 7 tahun ke belakang sampai kejadian kecelakaan yang Niko alami.
Mereka menikah tidak lama setelah kejadian malam laknat itu. Kehidupan
mereka sering dibumbui pertengkaran, karena ternyata Erfina masih sangat
mencintai ku dan menyesal dengan perbuatannya.
Dari Winda pun
baru aku tahu jika ternyata kejadian malam itu adalah perbuatan mereka
yang pertama kali dan tidak pernah berselingkuh sebelumnya. Erfina malam
itu hanya sedang butuh teman ngobrol karena sedang menghadapi masalah
di kampusnya.
Karena pada saat itu aku sedang berada di Lombok, ia
pun curhat pada Niko, entah karena terbawa suasana atau apa, terjadilah
hal yang akhirnya mereka sesali. Aku menarik nafas panjang dan lebih
banyak diam mendengarkan Winda bercerita. Hanya sesekali aku
menanggapinya. Itu pun hanya singkat saja.
***
Jam sepuluh
pagi, matahari mulai memancarkan panasnya di area pemakaman Mumbul,
Badung Bali. Acara pemakaman Niko sudah dimulai. Peti jenazah berwarna
putih terlihat berada di atas lubang kubur yang sudah terbuka. Di
sebelahnya, seorang pemuka agama tampak tengah membacakan doa.
Di
sekeliling lubang kulihat keluarga dan para pelayat yang sebagian ku
kenal juga. Mereka menundukkan kepala, ikut merasakan suasana kesedihan
dari keluarga yang berduka. Tepat di sebelah peti jenasah, kulihat
Erfina berdiri diapit kedua mertuanya. Wajahnya masih memperlihatkan
paras yang cantik dan terpancar keanggunan yang pernah aku gila-gilai.
Bibir
tipisnya tersaput lipstick berwarna merah bata. Rambutnya kini hanya
sebahu berpotongan bob. Sebagian poninya menutupi wajahnya yang menunduk
memancarkan kesedihan. Tubuh rampingnya dibalut dress hitam berpotongan
sederhana, makin memancarkan aura cantik yang dimilikinya.
Di
sebelahnya kulihat sosok anak laki-laki yang kutaksir berusia 5 tahun
dan menggandeng tangan Erfina. Wajahnya mirip sekali dengan Niko. Sosok
Erfina tetap lekat kupandangi dari balik Ray Ban Aviator yang kukenakan.
Aku berdiri agak jauh, sekitar 5 meter di depannya. Di belakang
beberapa pelayat dan Winda berdiri di sebelahku.
Ketika pemuka
agama selesai membacakan doa, Erfina mengangkat kepalanya yang tertunduk
dan tanpa sengaja pandangannya menangkap sosokku di belakang beberapa
pelayat yang ada di hadapannya. Ia tampak terkejut melihat keberadaanku
di tempat itu. Aku segera menganggukkan kepala sambil tersenyum.
Terlihat Erfina mencoba tersenyum padaku, namun kikuk.
Semenjak
menyadari kehadiranku di acara pemakaman suaminya, Erfina terlihat
sering mencuri pandang ke arahku. Jujur melihat nya saat itu, terbersit
kembali rasa sayangku padanya. Ingin ku pergi memeluknya dan memberikan
penghiburan di saat sedih seperti ini. Namun luka batin yang telah
tergores, sudah terlalu dalam menyayat dan terasa menyakitkan.
Perselingkuhan Erfina dan Niko sulit untuk kumaafkan. Pandanganku pun
kosong teringat kejadian malam laknat tujuh tahun silam.
***
Sudah
seminggu aku tergabung menjadi tim relawan yang terdiri dari beberapa
kelompok Mapala dari berbagai universitas dibantu aparat TNI, Polri dan
SAR untuk mencari keberadaan salah satu pendaki yang hilang di Gunung
Rinjani, Lombok.
Selama seminggu itu pula aku bersama tim ku
mendaki Rinjani, menyusuri setiap tebing dan lembah dan berusaha mencari
petunjuk akan keberadaan pendaki tersebut. Cuaca yang sering kali tidak
menentu dan medan yang berat makin menyulitkan pencarian kami. Fisik
dan mentalku benar-benar terforsir dalam misi kemanusiaan ini.
Tepat
pada hari kedelapan, tim lain yang terdiri dari gabungan TNI dan
beberapa mahasiswa pencita alam dari universitas lain menemukan pendaki
itu. Ia terperosok ke salah satu jurang dekat dengan Danau Segara Anak.
Sayangnya nyawa pendaki tersebut tidak dapat di selamatkan. Ia mengalami
hypothermia dan patah tulang di beberapa bagian akibat terperosok
jurang sedalam 75 meteran.
Mendengar kabar di temukannya pendaki
tersebut, batinku pun gembira karena akan segera pulang dan bertemu
kembali dengan kekasihku Erfina. Seminggu tidur di tenda dengan cuaca
yang begitu dingin membuatku selalu teringat akan kehangatan yang Erfina
berikan setiap kali kita bersetubuh.
Aku rindu untuk memagut
bibirnya yang tipis. Menelanjangi dan terus menyetubuhinya sampai pagi
di kamar kost ku seperti yang biasa kami lakukan kalau sedang birahi.
Walau bertubuh ramping, dan payudaranya hanya berukuran 34 A. namun
bentuk payudaranya bulat sempurna. Puting susunya mencuat berwarna merah
muda. Sering aku menghisap puting itu sampai kadang Erfina berteriak
kesakitan karena aku terlalu bernafsu menghisapnya.
Bokongnya
putih bulat yang sering aku topang dengan kedua tanganku ketika kami
bersetubuh dengan posisi berdiri. Erfina memiliki sex appeal yang
tinggi. Ia mampu mengimbangi permainan seks ku sampai pagi. Untuk urusan
seks, aku memang memiliki stamina yang tinggi karena aku mengimbanginya
dengan makanan yang sehat dan tidak merokok.
Di dukung lagi
dengan aktifitasku yang senang olahraga petualang yang mebuat masa otot
tubuhku pun mengeras. Ukuran penisku pun termasuk besar dengan urat-urat
yang menonjol. Sering sekali kulihat liang vagina Erfina begitu sesak
menampung batang penisku. Namun Erfina menikmatinya.
Aku teringat
saat aku memperawaninya pertama kali dua tahun yang lalu. Kami sama-sama
berusia 19 tahun saat itu dan sama lugu untuk urusan seks. Kami sudah
berpacaran satu tahun dan pada akhirnya memutuskan untuk melakukan
hubungan badan setelah kami yakin dengan hubungan kami.
Tersenyum
aku ketika kuingat bagaimana sulitnya batang penisku yang besar menembus
selaput dara Erfina. Liang vagina sempit yang ditumbuhi bulu halus yang
masih jarang harus terkuak disesaki dengan batang penisku yang memompa
dengan semangatnya. Rintihan Erfina begitu keras terdengar, aku takut
jika ada penghuni kost lain mendengar rintihan kami siang itu.
Setelah
setengah jam aku menyetubuhinya, dan hanya bergaya misionaris saja, aku
mengalami ejakulasi yang pertama. Spermaku ku tumpahkan di atas perut
Erfina karena ia masih belum siap untuk hamil. Semenjak aku
memperawaninya, hampir setiap hari kami bersetubuh.
***
Sebelum
keberangkatanku ke Lombok, aku sempat membeli sepasang cicin emas dan
tergrafir namaku dan Erfina. Ku beli dengan nilai rupiah yang cukup
tinggi, hasil dari usahaku menabung selama beberapa tahun. Dengan
sepasang cincin tersebut aku berencana meningkatkan hubungan kita pada
tahapan yang lebih lanjut. Ya aku akan melamarnya menjadi istriku ketika
lulus nanti.
Siang itu aku pun berangkat dari Lombok bersama
teman-temanku dengan menumpang truk milik TNI dan rencananya akan tiba
di kota Denpasar pada malam hari. Senang hatiku karena akan bertemu
kekasih hatiku.
Pukul satu dini hari aku tiba di kota Denpasar,
lalu aku langsung menuju tempat kost Niko untuk mengambil kunci kamar
kost ku yang kutitipkan padanya. Aku berjalan kaki dari kampus dengan
menggendong carrier yang cukup besar menuju tempat kost Niko yang
berjarak sekita 1 km dari kampus.
Tiba di tempat kostnya,
suasananya sangat sepi. Waktu itu berbarengan dengan jadwal libur akhir
semester, jadi sebagian penghuni kost tersebut menyempatkan diri pulang
ke kampung halamannya masing-masing. Rumah orang tua Niko di Kuta
Selatan, sebenarnya tidak terlalu jauh dari kota Denpasar, namun ia
memutuskan untuk kost dengan alasan ingin belajar mandiri. Lagi pula ia
memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan dengan ayah tirinya.
Kepulanganku tidak kuberitahukan pada Niko dan Erfina. Aku ingin
memberikan kejutan pada keduanya.
Aku berjalan menyusuri deretan
kamar kost yang sebagian kosong ditinggal penghuninya pulang kampung.
Kamar kost Niko terletak di paling ujung belakang komplek kost ini. Tiba
di depan kamar kost Niko, aku urungkan natku untuk mengetuk pintu kamar
ketika kudengar suara orang yang sedang berbisik di dalam kamar. Dan
kulihat ada sepasang sandal wanita di depan pintu.
Ah sialan, Niko
lagi indehoy dengan Mita kayaknya, aku membatin. Niko memang memiliki
seorang kekasih bernama Mita yang berasal dari Surabaya. Mita kuliah di
Fakultas Sastra, Di Denpasar Mitha juga kost, tetapi letaknya sekitar 3
km dari tempat ini. Mita berperawak sedang cenderung montok. Tingginya
hanya 155 cm namun memiliki paras yang manis. Kulitnya sawo matang.
Aku
tidak mau mengganggu aktifitas Niko. Walaupun sahabat, aku tak mau
mencampuri privasinya. Ku turunkan carrier dari punggungku dan
meletakkannya perlahan ke lantai teras kamar. Aku pun duduk di lantai
bersandar di dinding sambil melepas lelah.
Sayup kudengar desahan
nafas yang memburu dari dalam kamar disertai suara rintihan wanita yang
merasakan nikmatnya persetubuhan. Sambil tersenyum, aku membayangkan
tubuh Mitha yang sintal tengah di genjot oleh Niko yang bertubuh kurus.
Cahaya lampu di dalam kamar tetap menyala walau temaram. Suara nafas
dari dalam kamar makin lama makin memburu di selingi suara teriakan
kecil yang tertahan, suara derit tempat tidur kayu juga semakin riuh
terdengar, menandakan serunya aktifitas di atasnya.
Tiba-tiba aku
di kejutkan suara teriakan Niko yang tertahan menyebut nama Fina.
Setahuku pacar Niko bernama Mita, kenapa memanggil Fina? Rasa
penasaranku pun terusik. Secara perlahan ku tarik kursi kayu yang ada di
teras mendekati jendela. Aku pun berdiri di atas kursi kayu, berusaha
mengintip ke dalam kamar melalui ventilasi udara di atas jendela. Ketika
aku berhasil melihat ke dalam, sungguh pemandangan meyesakkan dada yang
aku dapati di atas ranjang Niko.
Di bawah sinar lampu aku
mendapati sosok Niko yang tengah bersemangat menyetubuhi Erfina
kekasihku. Erfina tergolek pasrah, terlentang di bawah tubuh Niko.
Tangannya mencengkram erat rangka tempat tidur di atas kepalanya.
Payudaranya terpampang dengan jelas dan mulut Niko dengan bebasnya
menjilat putting susu Erfina.
Kepala Erfina menengadah ke atas
dengan mata setengah terpejam namun mulutnya terbuka sambil mengeluarkan
rintihan tak beraturan. Dibagian bawah tubuhnya, Pantat Erfina diganjal
dengan bantal sehingga bukit kemaluan yang ditumbuhi bulu halus
terlihat menyembul.
Sempitnya liang vagina Erfina yang biasanya di
masuki batang penisku, malam ini penuh sesak oleh batang kemaluan Niko
yang terlihat basah keluar masuk memompa rongga kewanitaan Erfina.
Pinggul Niko terlihat cepat melakukan gerakan mendorong dan menarik.
Yang menyedihkan lagi, pinggul Erfina terlihat ikut bergoyang ke kiri ke
kanan mengimbangi sodokan Niko menandakan Erfina ikut menikmati
persetubuhan itu.
Mendidih darahku di buatnya, segera saja ku
terjang pintu kamar itu dengan tendangan kakiku. Pintu terbuka dengan
paksa dan merusak kunci-kuncinya. Erfina dan Niko kaget bukan kepalang.
Keduanya meneriakkan namaku berbarengan.
Karena badanku lebih
besar, mudah saja kutarik badan Niko dari atas tubuh Erfina. Penisnya
yang tertanam di liang vagina Erfina tercabut dengan paksa. Segera
kuhantam wajah Niko dengan kepalan tanganku tepat di hidungnya dan
termuncratlah darah segar.
Sumpah serapah dan ribuan nama penghuni
kebun binatang yang bisa kuingat, keluar dari mulutku. Umpatan dan caci
maki pada Niko dan Erfina meluncur dengan deras dari mulutku. Sungguh
tega mereka berdua mengkhianati ku dan merampas kebahagiaanku. Kulihat
Erfina shock, segera ia menarik sprei dan menutupi tubuhnya yang
telanjang sambil meringkuk di pojok tempat tidur, Dengan mulai terisak,
ia memohon ampun padaku.
Masih bertelanjang bulat, segera kutarik
tubuh Niko keluar kamar. Terus Kuhujani tubuhnya dengan pukulan dan
hantamanku yang bertubi-tubi. Perut dan wajahnya menjadi sansak hidup
luapan emosiku malam itu. Niko tidak berani membalas, ia hanya berusaha
melindungi tubuhnya sebisa mungkin .
Hampir saja kutimpa kepala
Niko dengan kursi kayu yang ada di teras ketika dua orang penghuni kost
lain yang mendengar keributan malam itu menahan tanganku dan kursi yang
sudah kuangkat tinggi tinggi itu. Aku terus berontak ingin menghajar
Niko yang sudah mulai terhuyung. Namun Bli Wayan sekuriti kampus yang
kost di tempat itu juga serta Parjo, mahasiswa fakultas pertanian
menahan tubuhku. Seorang penghuni kost lain Denis, mencoba menjauhkan
Niko dari jangkauanku.
Sekilas kulihat penghuni kost yang tersisa
keluar kamar, bahkan beberapa penghuni kost di luar komplek itu pun
berdatangan ingin melihat keributan apa yang telah terjadi. Sumpah
serapah terus keluar dari mulutku yang membuat orang-orang mulai
mengerti apa yang terjadi. Gunjingan dan cemooh pun kini mengarah ke
Niko.
Kulihat Niko memegangi hidungya yang berdarah sambil
tertunduk. Tubuh nya di berih handuk oleh Denis agar tertutup. Niko
tidak berani memandangku sedikitpun,. Ia hanya terdiam. Bli wayan dan
Parjo terus menahan tubuhku dan menenangkanku. Ketika aku mulai tenang,
mereka pun melepaskan ku. Aku masuk ke dalam kamar.
Kulihat Erfina
masih meringkuk di sudut tempat tidur. Tangisannya meledak sambil
menatapku penuh iba. Berjuta kata maaf dan ampun meluncur dari mulutnya.
Aku hanya terdiam sambil menggeleng-gelengkan kepala perlahan. Mataku
tajam menatap matanya. Hatiku benar-benar hancur.
Aku yang
biasanya tegar pun akhirnya menangis. Jika lelaki sudah menangis,
berarti dia sudah sangat tersakiti. Air mata meleleh keluar dari kelopak
mataku. Ku usap air mata itu dengan punggung tanganku. Ku tengadahkan
kepalaku untuk menahan air mata itu mengalir deras. Aku tidak mau
terlihat lemah malam itu.
Kotak cincin yang dilapisi beludru, dan
di dalamnya berisi sepasang cincin emas yang terpatri namaku dan Erfina,
kuambil dari kantong jaket Mapalaku. Ku buka dan kupandangi kedua
cincin itu dengan batin teriris. Kudekati tubuh Erfina dan kuraih
tangannya. Tangisannya meledak lagi dan berusaha memelukku.
Tidak
lagi di perdulikannya spreinya yang terlepas dan memperlihatkan kedua
payudaranya yang menggantung bebas. Ku dorong tubuh Erfina dengan halus
dan kututupi tubuh bugilnya dengan sprei. Kubuka dan kuletakan kotak
cincin itu dalam genggaman tangannya . sambil menahan tangis aku pun
berusaha tegar dan berucap
“Fi, aku menyayangi kamu sepenuh hati.
Kamu satu-satunya gadis yang kucintai lebih dari apapun di dunia ini.
Tapi tampaknya kamu lebih mencintai sahabatku. Aku tidak menyalahkan
kamu, hidup itu penuh pilihan bukan?”
“semua mimpi-mimpi kita
tentang masa depan, mulai malam ini akan aku kubur dalam-dalam. Aku
hanya berharap kamu akan selalu hidup bahagia dengan sahabatku. Aku
rela. Aku yakin Niko akan menjagamu dengan baik. “
“Jaga dirimu baik-baik. Jangan sia-siakan lagi orang yang mencintai kamu. Selamat Tinggal.”
Erfina menjerit memanggil namaku ketika kulepaskan tangannya , ia mencoba memegang tanganku namun kutepis.
“Ardi, maafkan aku !!!” teriaknya.
Aku berbalik dan keluar kamar, ku hentikan langkahku di hadapan Niko. Ku tepuk pundaknya perlahan. Niko tetap menduk.
“Tolong jaga Erfina baik-baik untukku. Sayangi dia seperti aku menyayanginya. Jangan sia-siakan dia” ucapku padanya.
Selesai
mengatakan itu kuangkat carrier ke punggungku dan berjalan menuju
tempat kostku. Beberapa orang menepuk pundaku. Dibawah cahaya purnama,
hatiku hancur berkeping keeping. Harapanku sirna.
Aku langsung
berkemas dan meninggalkan Bali dini hari itu juga menggunakan Elf menuju
pelabuhan Gilimanuk, menyebrang ke Banyuwangi selanjutnya melanjutkan
perjalan ke Jakarta di mana tempatku berasal. Tidak pernah lagi aku
bertemu bahkan mendengar kabar Niko dan Erfina sampai dengan saat Winda
menghubungiku dua hari yang lalu.
***
Prosesi pemakaman Niko
pun berakhir, peti jenazahnya telah diturunkan ke dalam liang lahat.
Jasad fana telah menyatu dengan bumi. Kulihat Erfina bersimpuh di sisi
gundukan tanah merah sembari menabur bunga di pusara suaminya. Kemudian
ia berdiri menyalami beberapa pelayat yang menghampirinya mengucapkan
turut berbela sungkawa.
Aku pun membalikkan badan dan berjalan
menjauhi kerumunan para pelayat menuju mobil Winda. Winda mengiringi di
sisiku. Tiba-tiba ada suara halus yang sangat aku kenal dan rindukan
memanggil namaku.
“Ardi tunggu….” Erfina memanggilku.
Langkahku
terhenti. Winda memberi isyarat untuk meninggalkanku bersama Erfina.
Aku berbalik badan dan kulihat Erfina sudah di belakangku meninggalkan
kerabatnya. Anaknya di titipkan ke mertuanya. Aku mencoba tersenyum
padanya. Getir.
“Ardi…..,” Erfina tidak melanjutkan kalimatnya.
“Ada yang ingin aku sampaikan,” lanjutnya lagi.
Aku tahu dia akan membahas kejadian tujuh tahun silam
“Erfina, aku rasa saat ini waktunya tidak tepat. Aku tahu apa yang akan kamu bicarakan,” jawabku.
“Aku minta maaf di…” Erfina meratap.
“Ssttt……jangan
bicara begitu lagi. Aku sudah memaafkan kamu jauh sebelum kamu minta
maaf, jadi tidak ada yang perlu di bicarakan lagi.” “Aku turut berduka
cita akan kematian Niko. Aku harap kamu tabah dan bisa menerimanya
sebagai kehendak sang Khalik.”
Erfina terisak, kulihat air matanya
menggenang di kelopak matanya yang bening, dan akhirnya meleleh di
pipinya. Kusapu air mata itu dengan jariku. Tersentuh kulit pipinya yang
halus. Erfina makin terisak.
“Sudah jangan menangis, anakmu
sangat membutuhkanmu saat ini, Aku pun sudah melupakan kejadian malam
itu. Kejadian itu membuat aku lebih menyadari arti hidup yang
sesungguhnya. Tidak semua yang kita cintai bisa kita miliki.”
“Salamku untuk kedua orang tuamu.”
Aku
berniat membalikkan badan ketika Erfina menahan tanganku. Pada saat itu
lewatlah beberapa pelayat yang melihat kejadian itu. Segera saja
kutepis tangannya dengan perlahan.
“Sudah lah Fi, janganlah kita
terjebak masa lalu. Kamu harus melanjutkan hidupmu yang masih panjang.” “
Jadilah ibu yang baik untuk anakmu. Biarlah kenangan yang kita miliki
menjadi kenangan terindah yang pernah kita miliki.”
“Selamat tinggal,” Tutupku.
Akupun
melangkah menjauhinya untuk menuju mobil Winda yang telah menungguku,
Erfina menatap punggungku sambil terus terisak. Dari audio mobil yang
membawaku ke Bandara, terlantun suara merdu Momo.
Terima kasih tuk luka yang kau beri
Ku tak percaya kau tlah begini
Dulu kau menjadi malaikat di hati
Sampai hati kau telah begini
* berkali-kali kau katakan sendiri
Kini ku tlah benci, cintaku tlah pergi
Pergi saja kau pergi, tak usah kembali
Percuma saja kini hanya mengundang perih
Cukup tahu ku dirimu, cukup sakit ku rasakan kini
Janji yang selalu ku ingat hingga mati
Kau setia hingga ku kembali
Erfina, aku mencintai mu tetapi luka hati yang kau goreskan sulit untukku bisa pulih lagi. Selesai.